SAMAN
Pengarang : Ayu Utami
Penerbit :
KPG. Jakarta
Di taman ini, saya adalah seekor burung. Terbang beribu-ribu mil dari
sebuah negeri yang tak mengenal musim, bermigrasi mencari semi, tempat harum
rumput bisa tercium, juga pohon-pohon, yang tak pernah kita tahu namanya, atau
umurnya.
Aroma kayu, dingin batu, bau perdu dan jamur-jamur adakah mereka bernama,
atau berumur? Manusia menamai mereka, seperti orang tua memanggil anak-anaknya,
meskipun tetumbuhan itu lebih tua. Rafflesia arnoldi, memang tidak mekar di
Central Park, melainkan di hutan tropis dataran tinggi Malaya, tetapi kita tahu
laki-laki Inggris kemudian menjadi ayah bunga itu. Orang-orang berbicara
tentang segala yang tumbuh, yang ditanam maupun liar, seolah mengenal mereka
lebih daripada pokok-pokok itu sendiri mengenal dingin dan matahari, ataupun
hangat bumi. Namun binatang idak menghafal pohon-pohon karena namanya, seperti
seekor induk atau sepasang tidak memanggil tetasannya atau susuannya dengan
nama. Mereka mengenal tanpa bahasa.
Di taman ini hewan hanya bahagia, seperti saya, seorang turis di New York.
Apakah keindahan perlu dinamai?
Cerita berawal dari sini, dimana Laila berjanji untuk bertemu dengan
kekasih gelap Sihar yang sudah beristeri. Kilasan cerita di atas merupakan bagian
dari cerita kisah cinta Laila.
Empat perempuan bersahabat sejak kecil. Shakuntala si
pemberontak. Cok si binal. Yasmin si
"ja'im". Dan Laila, si lugu yang sedang bimbang untuk
menyerahkan keperawanannya pada lelaki beristri. Tapi, diam-diam dua di antara
sahabat itu menyimpan rasa kagum pada seorang pemuda dari masa silam: Saman,
seorang pastor yang akhirnya memilih untuk meninggalkan panggilan imamatnya
demi menjadi aktivis di antara kaum miskin. ia pun menjadi buron dalam masa
rezim militer orde baru sehingga harus melarikan diri ke luar negeri. kepada
Yasmin, atau Lailakah, Saman akhirnya jatuh cinta?
Central Park, 28 Mei 1996
Di taman ini, saya adalah seekor burung. Terbang beribu-ribu mil dari
sebuah negeri yang tak mengenal musim, bermigrasi mencari semi, tempat harum
rumput bisa tercium, juga pohon-pohon, yang tak pernah kita tahu namanya, atau
umurnya.
Aroma kayu, dingin batu, bau perdu dan jamur-jamur adakah mereka bernama,
atau berumur? Manusia menamai mereka, seperti orang tua memanggil anak-anaknya,
meskipun tetumbuhan itu lebih tua. Rafflesia arnoldi, memang tidak mekar di
Central Park, melainkan di hutan tropis dataran tinggi Malaya, tetapi kita tahu
laki-laki Inggris kemudian menjadi ayah bunga itu. Orang-orang berbicara
tentang segala yang tumbuh, yang ditanam maupun liar, seolah mengenal mereka
lebih daripada pokok-pokok itu sendiri mengenal dingin dan matahari, ataupun
hangat bumi. Namun binatang idak menghafal pohon-pohon karena namanya, seperti
seekor induk atau sepasang tidak memanggil tetasannya atau susuannya dengan
nama. Mereka mengenal tanpa bahasa.
Di taman ini hewan hanya bahagia, seperti saya, seorang turis di New York.
Apakah keindahan perlu dinamai?
Cerita berawal dari sini, dimana Laila berjanji untuk bertemu dengan
kekasih gelap Sihar yang sudah beristeri
Kelebihan novel
1.
Pembaca diajak berlayar dengan
menjelajahi alur cerita tokoh demi tokoh. Dan berusaha berpikir dan mengingat
hubungan antar tokoh satu dengan yang lain karena ceritanya berliku.
2.
Kritik feminis krn perempuan dalam era
seperti apapun perempuan tidak hanya pasif dan menerima saja apapun yang
dilakukan laki-laki. Perempuan sebaiknya punya inisiatif untuk melakukan
hal-hal yang biasa dilakukan laki-laki. Misalnya sex yang dominan tidak hanya
laki-laki tetapi perempuan jg punya hak dan naluri yang sama. Dan di novel ini
hal itu terlihat nyata pada kepribadian
Upi yang sangat maniak sex dan juga Laila yang memilih laki-laki beristeri
untuk menyerahkan keperawanannya dan laki-laki itu bukan suaminya.
Kelemahan
1. Alur cerita
pada novel ini sangat berliku dan sulit dipahami. Karena pembaca akan terlena
pada seting dan tempat cerita yang berpindah-pindah dengan tokoh yang
berubah-ubah dan banyak sekali tokoh yang mendukung tema cerita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar